Duit APBD Rp 103 Miliar Tak Jelas

PEKANBARU, TRIBUN – Hasil pemeriksaan laporan keuangan sejumlah Satuan Kerja (SatKer) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rokan Hilir yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau menunjukan dana sebesar Rp 103,30 miliar yang hingga kini tak kunjung ditindaklanjuti.

Padahal, BPK sudah memintah agar temuan dalamaudit yang dilakukan sejak 2006 lalu untuk segera dibenahi. Tanpa ada tindak lanjut dan klarifikasi dari pemerintah melalui satker bersangkutan, maka uang yang cukup fantastis tersebut masih dinyatakan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kepala Sekretariat BPK Perwakilan Riau, Pujo Sumekto dalam siaran pers resmi institusi tersebut pekan lalu menerangkan, pihaknya dalam audit mendapatkan 271 rekomendasi temuan senilai Rp 944,05 miliar.

Dari jumlah itu, hingga saat ini yang baru ditindaklanjuti hanya sebanyak 114 rekomendasi sebesar Rp 665,80 miliar. Sementara rekomendasi yang belumditindaklanjuti sebanyak 107 temuan dengan nilai sebesar Rp 103,30 miliar. Pihaknya meminta agar satker yang diaudit segera menindaklanjuti sisa temuan dalam audit tersebut.

Rekomendasi yang belumditindaklanjuti tersebut antara lain Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2005 senilai Rp 251 juta, LHP 2006 senilai Rp 816 juta dan LHP 2007 sebesar Rp 83,50 miliar. Rekomendasi dan temuan yang belum ditindaklanjuti juga LHP tahun anggaran 2008 sebesar Rp 4,61 miliar serta LHP penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2008 sebesar Rp 14,950 miliar.

Pujo juga menerangkan,pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan (TLHP) menemukan ada unsur yang bersifat merugikan negara. Pemeriksaan tersebut mengungkapkan uang negara yang berhasil diselamatkan per Desember 2009 sebesar Rp 27,061 miliar.

Di tempat terpisah,Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Fahreza, Kamis (4/3) mengatakan, hasil temuan BPK tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan memaksa kepala daerah atau satker bersangkutan untuk menindaklanjuti temuan. Hasil pemeriksaan hanya bersifat normatif dan anjuran semata.

Sementara untuk mengharapkan respon pemerintah daerah memperbaikinya sangat diragukan.”Temuan itu tidak mengikat dan memaksa siapapun. Jadi bergantung pemerintah setempat,” kata Fahreza.

Dia menambahkan, banyaknya temuan yang diduga masuk dalam kategori penyimpangan membuktikan sistem pengelolaan keuangan daerah tidak berjalan dengan baik. Transparansi penggunaan keuangan sangat buruk sehingga penggunaan anggaran tidak bisa dipertanggungjawabkan.temuan BPK Riau tersebut menurut Fitra, merupakan indikator adanya korupsi yang dilakukan oleh pejabat terkait keuangan daerah.

Dia mendesak agar aparat penegak hukum jemput bola dengan temuan tersebut. Kepolisian dan kejaksaan yang memiliki tugas penegakan hukum tidak boleh menutup mata, namun secara aktif menyelusuri dugaan penyimpangan keuangan yang merugikan daerah dan negara.

“Itu membuktikan pengelolaan keuangan daerah sangat buruk. Dari tahun “ke tahun banyak ditemukan indikasi penyimpangan. Tapi, anehnya aparat hukum kok tidak menyentuh persoalan itu. Harusnya mereka aktif untuk mengusutnya,”kata Fahreza. (ran)

Sumber : Tribun Pekanbaru