BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengeculian atas LKPP tahun 2015. BPK menemukan enam permasalahan yang diketemukan dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2015 yang menjadi pengecualian atas kewajaran LKPP. Permasalahan tersebut merupakan gabungan ketidaksesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, kelemahan sistem pengedalian intern, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal tersebut disampaikan Ketua BPK, Hary Azhar Azis pada penyerahan LHP atas LKPP tahun 2015 kepada Ketua DPR RI Ade Komaruddin. Penyerahan LHP atas LKPP tahun 2015 dilaksanakan pada Sidang Paripurna DPR RI, Selasa (2/5/2016).
Permasalahan yang diketemukan adalah pertama, dalam laporan keuangan PT. PLN (Persero) mengubah kebijakan akuntansinya yang sebelumnya menggunakan ISAK 8, menjadi tidak menerapkan ISAK 8. Dampak penerapan kebijakan ini dapat menimbulkan perbedaan nilai PMN pada PT PLN (Persero) per 31 Desember 2015 unaudited yang disajikan sebesar Rp 43,44 triliun.
Kedua Pemerintah menetapkan Harga Jual Eceran Minyak Solar Bersubsidi lebih tinggi dari Harga Dasar termasuk Pajak dikurangi Subsidi Tetap sehingga membebani konsumen dan menguntungkan badan usaha sebesar Rp3,19 triliun.
Ketiga Piutang Bukan Pajak pada Kejaksaan RI sebesar Rp1,82 triliun dari uang pengganti perkara tindak pidana korupsi dan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebesar Rp33,94 miliar dan USD206.87 juta dari Iuran Tetap, Royalti, dan Penjualan Hasil Tambang (PHT) tidak didukung dokumen sumber yang memadai serta sebesar Rp101,34 miliar tidak sesuai hasil konfirmasi kepada wajib bayar.
Keempat Persediaan pada Kementerian Pertahanan sebesar Rp 2,49 triliun belum sepenuhnya didukung penatausahaan, pencatatan, konsolidasi dan rekonsiliasi Barang Milik Negara yang memadai serta Persediaan untuk Diserahkan ke Masyarakat pada Kementerian Pertanian sebesar Rp2,33 triliun belum dapat dijelaskan status penyerahannya.
Kelima Pencatatan dan penyajian catatan dan fisik Saldo Anggaran Lebih (SAL) tidak akurat sehingga BPK tidak dapat meyakini kewajaran transaksi dan/atau saldo terkait SAL sebesar Rp 6,60 triliun.
Keenam Koreksi langsung mengurangi ekuitas sebesar Rp 96,53 triliun dan transaksi antar entitas sebesar Rp53,34 triliun, tidak dapat dijelaskan dan tidak didukung dokumen sumber yang memadai.
“Secara keseluruhan, dari pemeriksaan atas 86 entitas pelaporan, BPK mengapresiasi pemerintah khususnya Kementerian Keuangan dan jajarannya, yang telah berupaya untuk menjaga kualitas laporan keuangan yang ditunjukan tidak signifikannya penurunan kualitas laporan keuangan pada penerapan pertama kali Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual”, tegas Ketua BPK.
Mengakhiri sambutannya, Ketua BPK yang didampingi oleh Wakil Ketua, Sapto Amal Damandari dan para Anggota BPK berharap DPR RI dapat membantu tindak lanjut LHP LKPP oleh pemerintah, sehingga tidak terjadi permasalahan yang sama pada tahun berikutnya dan kualitas LKPP dapat terus ditingkatkan.
Selain menyerahkan ke DPR RI, pada hari yang sama Ketua BPK menyerahkan LHP LKPP kepada DPD RI dalam Sidang Paripurna DPD RI di Gedung Nusantara V, Komplek DPR/MPR.