Jakarta – Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester I 2017 menemukan 7.549 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pada pengelolaan keuangan negara senilai Rp25,14 triliun. Ketidakpatuhan tersebut mengakibatkan kerugian sebesar Rp1,81 triliun, potensi kerugian sebesar Rp4,89 triliun, kekurangan penerimaan sebanyak Rp18,44 triliun.
Berdasarkan laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2017 BPK, sekitar 73 persen atau 469 laporan keuangan yang diperiiksa memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kendati demikian, BPK mengungkapkan 9.729 temuan yang memuat 14.997 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 7.549 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, 7.284 permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), serta 164 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp2,25 triliun.
Permasalahan ketidakpatuhan, didominasi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan badan lainnya yang mencapai Rp18,31 triliun. Kemudian disusul oleh pemerintah pusat (pempus)_Rp4,75 triliun dan pemerintah daerah (pemda) Rp2,09 triliun. Ketidakpatuhan, mayoritas mengakibatkan kekurangan penerimaan terutama pada BUMN yang mencapai Rp16,42 triliun, disusul oleh pempus Rp 1,49 triliun, dan pemda Rp538 miliar.
Sementara itu, ketidakpatuhan yang menyebabkan potensi kerugian negara paling banyak ditemukan pada laporan pempus yang mencapai Rp2,62 triliun, BUMN dan badan lainnya Rp1,81 triliun, dan pemda Rp419,6 miliar. Sedangkan kerugian negara paling besar tercatat pada laporan keuangan pemda yang mencapai Rp1,13 triliun, disusul pempus Rp636 miliar, serta BUMN dan Badan lainnya Rp40,29 miliar.
“Terhadap permasalahan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan, pada saat pemeriksaan entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara atau daerah senilai Rp509,61 miliar,” tulis BPK dalam Laporan IHPS I 2017, dikutip Selasa (3/10).
Adapun, dari 164 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan, terdapat 12 permasalahan ketidakhematan senilai Rp11,96 miliar, 30 permasalahan ketidakefisenan senilai Rp574,31 miliar, dan 122 masalah ketidakefektifan Rp1,67 triliun. Temuan paling banyak, berasal dari BUMN dan badan lainnya terutama terkait ketidakefektifan yang mencapai Rp1,67 triliun dan ketidak efisienan Rp574 miliar. Sementara itu, pemerintah pusat mencatatkan ketidakhematan dan ketidakefisienan masing-masing mencapai Rp249 miliar dan Rp700 miliar.
BPK pada semester I 2017 telah menyelesaikan 687 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), yang terdiri dari 645 LHP keuangan, 9 LHP kinerja, dan 33 LHP Dengan Tujuan Tertentu (DTT). Selain mencatatkan mayoritas laporan menerima WTP, BPK juga mencatat hasil pemeriksaan atas kinerja memuat kinerja yang cukup efektif. Adapun hasil pemeriksaan DTT memuat kesimpulan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
(Sumber : www.cnnindonesia.com)