90 Persen Aset Bermasalah, Dana Covid-19 Baru Terserap 30 Persen

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar dan jajaran berada di Pekanbaru dan mendatangi beberapa lokasi. Kemarin (22/7) merupakan hari ketiga lembaga antirasuah tersebut di Bumi Lancang Kuning. Penanganan dan penyelamatan aset daerah menjadi poin penting yang selalu diingatkan termasuk dalam pertemuan dengan Gubernur Riau (Gubri) H Syamsuar.

“Alhamdulillah sudah sampai Jakarta. Setelah kunjungan tiga hari di Pekanbaru, harus rapat langsung dengan dewan pengawas,” kata Wakil Ketua KPK RI Lili Pintauli Siregar kepada Riau Pos, malam tadi.

Ya, Lili saat dikonfirmasi Riau Pos perihal kunjungannya selama tiga hari di Riau mengatakan memang banyak lokasi yang didatangi. Dalam kegiatan selaku pimpinan, demikian pula di deputi pencegahan dan deputi penindakan, KPK memang memiliki agenda yang cukup padat.

“Tentunya agar seluruh pihak-pihak dapat menindaklanjuti pertemuan-pertemuan yang sudah dilakukan,” harapnya.

Menurut informasi, KPK RI mempertanyakan lambatnya kemajuan program sertifikasi aset milik pemerintah daerah (pemda) se-Riau dalam kunjungannya ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau. KPK kembali mendorong semua pemangku kepentingan di wilayah Riau untuk bersama-sama melakukan upaya penyelamatan aset daerah.

“Salah satunya dengan mempercepat sertifikasi aset-aset daerah, khususnya bidang tanah. Berdasarkan data KPK, sertifikasi aset di Riau masih belum memenuhi target. Ada sekitar lebih dari 2.000 jenis aset di seluruh wilayah Riau, tapi baru sekitar 10 persen yang sudah bersertifikat. Selebihnya masih bermasalah,” tegas Lili.

Khusus di Riau, lanjut Lili, sesuai laporan terakhir yang dikumpulkan KPK sampai dengan Juni 2020, tercatat baru 340 bidang tanah atau 35,98 persen dari 945 bidang tanah keseluruhan aset milik pemda Provinsi Riau yang telah bersertifikat. Hadir dalam pertemuan itu adalah Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau, kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota se-Riau, dan Tim Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi Pencegahan Wilayah V KPK.

Senin (20/7) lalu, Lili dan rombongan menyambangi Kantor Kejati Riau di Jalan Sudirman Pekanbaru. Kemudian sehari berselang, atau Selasa (21/7), melakukan pertemuan dengan Gubri dan jajaran di kantor gubernur. Kantor BPKP juga menjadi lokasi yang dikunjungi lembaga antirasuah tersebut selama tiga hari di Pekanbaru ini. Persoalan aset memang menjadi poin penting yang disorot KPK RI. Berdasarkan telaah KPK, kata Lili, secara umum ada 6 (enam) kendala yang menyebabkan lambatnya sertifikasi aset bidang tanah milik pemda.

Pertama, pemda tidak dapat menunjukkan batas-batas fisik aset yang dimilikinya. Kedua, pemda tidak dapat menunjukan alas hak atas aset yang dikuasinya. Ketiga, aset milik pemda dikuasai pihak ketiga. Keempat, pemda tidak memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan pensertifikatan. Kelima, kurangnya jumlah juru ukur pada kantor pertanahan di kabupaten/kota. “Dan keenam, lemahnya koordinasi antara kantor pertanahan dengan pemerintah kabupaten/kota,” katanya.

Menanggapi Pimpinan KPK, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau M Syahrir menyebutkan, pihaknya selama ini sudah bekerja sama dengan pemda Provinsi Riau. Termasuk pula langkah proaktif dari kantor pertanahan untuk berkoordinasi dengan pemda kabupaten/kota se-Riau, untuk meningkatkan jumlah aset bidang tanah milik pemda yang bersertifikat. Pengelolaan aset daerah secara legal, tutur Syahrir, telah diatur dalam Pasal 75 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

“Di situ disebutkan bahwa pengguna barang (pemda) harus melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada di bawah penguasaannya,” jelasnya.

Namun, sambung Syahrir, BPN Riau menghadapi persoalan, yaitu pemda tidak menganggarkan dalam APBD ketersediaan dana untuk kegiatan pematokan batas-batas bidang tanah milik pemda. Sehingga pegawai yang bertugas sulit untuk menjalankannya. Selain itu, katanya, ada pula aset tanah pemda yang dokumennya tak lengkap, atau hanya salinan berstatus girik dan sebagainya. Sehingga BPN Riau sulit menindaklanjutinya. Solusinya, saran Syahrir, adalah pemda menyampaikan surat pernyataan yang ditandatangani oleh pejabat setempat setingkat eselon 1 kepada BPN Provinsi Riau atau kantor pertanahan kabupaten/kota.

“Dengan surat pernyataan ini BPN Riau dapat menindaklanjuti permohonan sertifikasi bidang tanah tersebut,” ujar Syahrir.

Dalam kesempatan kunjungan ke Riau, selain ke Kantor Wilayah BPN, sebelumnya Lili telah bertemu dengan Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau.

Dalam pertemuan tersebut, KPK memantau penggunaan dana penanganan bencana Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). KPK mendorong BPKP melakukan pengawalan penyaluran dana desa, terutama dana bantuan langsung tunai (BLT) yang dipakai untuk percepatan penanganan wabah Covid-19. Sebelumnya Senin (20/7), KPK menyambangi kantor megah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Dalam pertemuan tersebut, Lili meminta bantuan Kejati Riau untuk mendorong penertiban aset dan penggunaan sumber daya bidang perdata dan tata usaha negara untuk pemulihan aset yang masih bermasalah di wilayah Riau.

Permintaan KPK kepada Kejati Riau merupakan tindak lanjut dari Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Deputi Bidang Pencegahan KPK dengan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Republik Indonesia tentang Penyelamatan Aset dan Penerimaan Negara, pada 14 April 2020 lalu.

KPK, kata Lili, berusaha dengan cermat mendampingi pemerintah daerah untuk melakukan empat poin dalam manajemen aset daerah.

“Yaitu pembenahan basis data aset, perbaikan upaya pengelolaan aset, peningkatan jumlah sertifikasi aset, serta penertiban dan pemulihan aset daerah,” kata Lili.

Salah satu ruang lingkup PKS antara KPK dengan Jamdatun, kata Lili, adalah dukungan Kejaksaan dalam upaya penertiban dan pemulihan aset daerah. Karenanya, ujar Lili, KPK mengajak Kejati Riau untuk bersama seluruh Pemda di wilayah Riau memulihkan atau mengembalikan aset pemerintah daerah di Riau yang masih dikuasai oleh pihak ketiga, baik oleh perorangan maupun perusahaan swasta.

“KPK sudah memegang data aset-aset daerah yang bermasalah di Riau, khususnya di provinsi dan Kota Pekanbaru. Data ini akan dibahas lebih mendalam oleh Tim Satgas Koordinasi Pencegahan Wilayah V KPK dengan Pemprov Riau dan Kota Pekanbaru, dalam pertemuan monitoring dan evaluasi yang akan diselenggarakan pada Kamis, 23 Juli 2020 di Pekanbaru,” ujar Lili usai pertemuan.

Selain itu, lanjut Lili, KPK berharap Kejati Riau bersedia menyediakan bantuan hukum, pertimbangan hukum, dan tindakan hukum lain di bidang perdata dan tata usaha negara, untuk pemda provinsi dan kabupaten/kota di wilayah Riau ketika mereka membutuhkannya.

Menanggapi permintaan KPK, Kajati Provinsi Riau Mia Amiati, mengatakan bahwa pihaknya siap membantu upaya penertiban dan pemulihan aset milik pemda di Riau.

“Saat ini ada 4 (empat) surat kuasa khusus (SKK) terkait pemulihan aset pemda Provinsi Riau yang sedang ditindaklanjuti oleh Kejati,” ujar Mia.

Di bidang perdata dan tata usaha negara, sambung Mia, pihaknya sudah melakukan tindak lanjut atas PKS antara Deputi Pencegahan KPK dan Jamdatun di 12 Kejaksaan Negeri (Kejari) bersama dengan pemda kabupaten/kota masing-masing di Riau. Kejati Riau, ucap Mia, saat ini juga telah mulai menginventarisir aset-aset pemda se-Riau yang berupa tanah dan kendaraan dinas untuk segera ditertibkan dan dipulihkan.

Dalam pertemuan tersebut, Lili sekaligus melakukan koordinasi terkait kemajuan pembangunan aplikasi Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) online dan meminta informasi tentang perkembangan penanganan perkara tindak pidana korupsi di daerah Riau. Kemudian dalam pertemuan dengan Gubri Syamsuar, Selasa (21/7) di kantor Gubernur, Lili mengingatkan pemerintah daerah (pemda) Provinsi Riau agar menggunakan alokasi dana APBD penanganan wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sesuai rencana peruntukannya.

“Anggaran sebesar Rp400 miliar ini harus digunakan sepenuhnya untuk program percepatan penanganan pandemi Covid-19. Tidak boleh ada penyalahgunaan anggaran Covid-19 untuk selain penanganan wabah tersebut,” ujar Lili.

Berdasarkan catatan KPK, kata Lili, sampai dengan Juni 2020, alokasi APBD Provinsi Riau untuk penanganan Covid-19 adalah Rp400 miliar. Dari dana tersebut baru terealisasi sebesar Rp182 miliar atau 30 persen. Selain mengingatkan terkait penggunaan anggaran, Lili juga menanyakan perkembangan tindak lanjut keluhan masyarakat terkait penyaluran bantuan sosial (bansos) di Riau. Hingga Juni 2020, tercatat 20 keluhan yang disampaikan masyarakat Riau melalui aplikasi JAGA Bansos.

Setidaknya, sebut Lili, ada empat topik keluhan yang disampaikan, yakni pelapor tidak menerima bantuan padahal sudah mendaftar, pelapor mendapat bantuan lebih dari satu program, aparat tidak membagikan bantuan, dan besar dana bantuan kurang dari yang seharusnya. Karenanya, tambah Lili, KPK mengingatkan pemda agar mewaspadai sejumlah hal yang berpotensi membuka peluang tindak pidana korupsi dalam upaya penanganan wabah Covid-19 di Provinsi Riau. KPK, jelas Lili, telah menerbitkan surat edaran sebagai panduan bagi pemda.

“Pertama, adanya kelonggaran dalam pengadaan barang dan jasa di tengah wabah Covid-19. Namun demikian, harus tetap dipastikan untuk menghindari praktik-praktik koruptif, seperti kolusi dengan penyedia, mark-up harga, kickback, benturan kepentingan, kecurangan dalam pengadaan, serta tidak berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat Covid-19,” jelas Lili.

Lainnya, tambah Lili, terkait pengelolaan sumbangan pihak ketiga yang harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. Demikian juga dalam hal penyelenggaraan bansos, untuk memastikan tepat guna dan tepat sasaran.

Menanggapi anjuran KPK, Gubernur Provinsi Riau Syamsuar, mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Riau sudah menyalurkan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) kepada kabupaten/kota, di luar program bansos pemerintah pusat. Dari bantuan tersebut, pemkab/pemkot kemudian menyalurkan kepada penerima bansos berupa uang Rp300 ribu per bulan selama tiga bulan.

Untuk membantu kelancaran penyaluran BKK itu, kata Syamsuar, pihaknya sudah mengeluarkan dua Surat Keputusan (SK) Sekretaris Daerah (Sekda) untuk camat dan lurah agar tugas-tugas penyaluran bantuan Covid-19 berjalan lancar, yaitu SK Sekda Provinsi Riau Nomor 144/IV/2020 tentang Juknis Bantuan Keuangan Khusus (BKK) untuk Kabupaten/Kota dalam Rangka Efektivitas Pelaksanaan Tugas Camat se-Provinsi Riau, serta SK Sekda Nomor 160/IV/2020 tentang Juknis Bantuan Keuangan Khusus (BKK) untuk Kabupaten/Kota dalam Rangka Efektivitas Pelaksanaan Tugas Lurah se-Provinsi Riau dalam Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 Tahun 2020.

“Untuk keperluan monitoring data bansos di Provinsi Riau, pada Juni 2020, kami bersama dengan BPKP Perwakilan Provinsi Riau, telah meluncurkan aplikasi Mata Bansos untuk memantau penyaluran bansos kepada masyarakat terdampai Covid-19 di seluruh kabupaten/kota di wilayah Riau. Khususnya bansos yang bersumber dari anggaran keuangan Provinsi Riau,” kata Syamsuar.(egp)

Link berita terkait