PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tahun 2019, yang sudah disampaikan pada Senin (29/6) lalu, hingga saat ini belum dituntaskan oleh Pemprov Riau. Padahal, catatan BPK tersebut harus segera ditindaklanjuti paling lambat 60 hari setelah disampaikan.
Kepala Inspektorat Riau, Sigit Juli Hendriawan mengatakan, saat ini pihaknya masih memeroses catatan BPK tersebut. Pihaknya, dalam kurun waktu dua hari sekali mempertanyakan sudah sejauh mana tindak lanjut dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdapat catatan BPK tersebut.
“Kami tetap monitoring terus, setiap dua hari sekali kami lakukan ekspos internal terkait berapa jumlah catatan atau rekomendasi yang belum ditindaklanjuti,” katanya.
Hal tersebut dilakukan, lanjut Sigit, untuk melihat sejauh mana progres catatan tersebut ditindaklanjuti oleh OPD bersangkutan. Baik itu rekomendasi administrasi dan juga keuangan.
“Format untuk ekspos internal tersebut sudah kami siapkan, sehingga teman-teman OPD mudah untuk melaporkan progresnya. Sampai saat ini semuanya masih berproses,” sebutnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, permasalahan aset yang ada di lingkungan Pemprov Riau, kembali menjadi catatan BPK Republik Indonesia (RI). Hal tersebut terungkap pada rapat paripurna di DPRD Riau dengan agenda Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemprov Riau tahun 2019, Senin (29/6) lalu.
Termasuk soal aset, total ada empat catatan BPK RI pada LHP tersebut. Meskipun akhirnya laporan keuangan Pemprov Riau tersebut mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), namun catatan tersebut harus segera ditindaklanjuti oleh Pemprov Riau.
Empat catatan BPK RI pada laporan keuangan Pemprov Riau tersebut yakni mengenai penyertaan modal kepada empat BUMD Provinsi Riau yang belum disajikan, berdasarkan laporan keuangan yang sudah dialihkan ke kantor akuntan publik. Kedua, pengelolaan aset Pemerintah Provinsi Riau belum terkelola sepenuhnya.
Ketiga, pengelolaan pendapatan retribusi daerah belum sepenuhnya optimal. Dan keempat, adalah pengelolaan investasi, dan budi daya ikan di Dinas Perikanan dan Kelautan tak sesuai ketentuan.(sol)