LSM Minta Penegak Hukum Telusuri Dugaan Korupsi Rehab RSUD Puri Husada Inhil

INHIL, SIJORITODAY.com – Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gempur Riau, Hasanul Arifin menduga kuat ada pengaturan pemenang di tahapan lelang pada Pembangunan Rehab RSUD Puri Husada tahun anggaran 2020.

Ia menilai selisih nilai progres kerja antara PPK dan BPK sebesar 30℅ yang jika dikonpersikan ke dalam nilai projek sebesar Rp 17 Miliar itu sangat jauh.

“Kita LSM Gempur Riau menduga jika tidak terjadi hubungan kedekatan antara rekanan dan pihak PPK maupun PPTK hal ini tidak akan mungkin terjadi. Mereka itu orang-orang yang ahli, mana mungkin setingkat progres kerja mereka bisa salah dalam menghitung persentasenya,” kata Arifin.

Arifin katakan, penyebab pembangunan itu mengalami kelebihan bayar termin sebesar Rp17.083.521.442,00, kelebihan bayar senilai Rp722.328.594,26, kelebihan bayar pekerjaan sebesar Rp422.992.798,43 dan denda keterlambatan sebesar Rp3.882.618.509,47 disebabkan ketidaksiapan Pemkab Inhil dalam menyusun dan menata pembangunan RSUD Puri Husada.

“Menunjukkan bahwa ada dugaan ketidaksiapan Pemkab Inhil dalam menyusun dan menata program pembangunan RSUD Puri Husada,” katanya, Selasa (29/6/2021).

Satker Dinkes Inhil seharusnya memikirkan matang-matang pembangunan rehab mulai dari perencanaan hingga proses lelang.

Unit Lelang Pengadaan (ULP) Inhil juga harus bersikap independen dan tidak ada intervensi sehingga kontraktor siap mengikuti setiap proses lelang.

Arifin juga menuturkan, Kadis Kesehatan Inhil tidak menjalankan tugasnya mengontrol pembangunan rehab rumah sakit.

Seharusnya, Kadis Kesehatan menegur kontraktor yang mengerjakan pekerjaan tidak sesuai dengan perjanjian kontrak, jika diperlukan, Kadis Kesehatan bisa melapor ke penegak hukum jika kontraktor tidak mengindahkan teguran.

“Kadis yang mengontrol pembangunan RSUD harus menekankan kepada kontraktor proyek tersebut sesuai dengan bestek yang ditentukan. Jika tidak sesuai dapat di beri teguran, jika teguran tidak diindahkan dapat di laporkan ke aparat penegak hukum,” ujarnya.

Arifin meminta agar Kadis Kesehatan dan PPK kegiatan tidak menganggap remeh temuan BPK itu.

Ia memastikan, pihaknya akan melaporkan Bupati Inhil, Kadis Kesehatan, PPK, PPTK, Konsultan Perencana, Konsultan Pengawas dan kontraktor kegiatan ke aparat penegak hukum.

“Temuan BPK itu jangan dianggap sederhana, tidak cukup dengan mengembalikan kerugian. Harus di usut bisa saja terjadi dugaan tindakan korupsi dan dugaan penyalahgunaan jabatan, kami akan laporkan mulai dari Bupati Inhil, Kadis Kesehatan, PPK, PPTK, konsultan perencana, konsultan pengawas dan kontraktor kegiatan,” tegasnya.

Arifin menduga, temuan BPK itu menunjukkan adanya dugaan kerugian negara dalam pembangunan rehab RSUD Puri Husada. Sebab itu, ia meminta agar seluruh aparat penegak hukum memeriksa seluruh pihak terkait.

“Harus dipanggil dan diperiksa karena dugaan kami kuat telah terjadi kerugian negara atas proyek ini, telah terjadi dugaan korupsi yang merugikan negara,” pintanya.

Sebelumnya, BPK menemukan kelalaian Kelompok Kerja (Pokja) 3 dalam evaluasi penawaran pekerjaan.

Kelalaian Pokja 3 itu tampak pada perubahan dokumen pemilihan dari draft dokumen menjadi lumsum dokumen. Pokja juga hanya mengevaluasi tenaga ahli sebatas data curiculum vitae (CV) tidak sampai konfirmasi kebenaran pengalaman kerjanya.

Selain itu, Pokja mengaku tidak melihat merek yang dipersyaratkan yang mengakibatkan PT.KMK menawarkan instalasi gas medis merek Central Uni LTD dan Komatsu-Seike Japan sedangkan PPK mensyaratkan merek Brecker.

Pokja juga tidak menyurvei Perkiraan Harga Sendiri (PHS) harga tersebut hanya sebatas menuangkan dalam berita acara klarifikasi yang menyatakan harga diatas 110% hanya berlaku untuk volume penawaran saja.

Selain Pokja, BPK juga menemukan kemajuan fisik per 31 Desember 2020 dan pembayaran material on site (termin) tidak sesuai dengan kondisi senyatanya.

PPK menyetujui laporan PT. KMK yang menyatakan perkembangan pekerjaan telah mencapai 75,10 persen, padahal BPK menemukan bahwa pekerjaan itu baru selesai 42,118 persen. Kondisi tersebut mengakibatkan pembayaran termin ketiga 70 persen sebesar Rp17.083.521.442,00 tidak layak.

PT. KMK juga diketahui mengubah nomor rekening penerima pembayaran.

Selain itu, BPK juga menemukan bahwa surat penambahan waktu penyelesaian pekerjaan selama 90 hari yang diterbitkan oleh PPK tidak sesuai ketentuan. Akibat ketidaktahuan PPK, adendum kontrak ke 4 menyalahi aturan karena menarik tanggal mundur. PPK juga melakukan adendum atas adendum pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan.

Denda keterlambatan atas pemberian tambahan waktu 90 hari penyelesaian pekerjaan sebesar Rp3.882.618.509,47 belum disetorkan ke kas daerah.

BPK juga menemukan potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp722.328.594,26 atas Contrac Change Order (CCO) 3 penambahan pekerjaan dengan
harga satuan melebihi 110 persen HPS jika seluruh pekerjaan dibayarkan. BPK juga menemukan kekurangan volume senilai Rp104.453.266,42 dan koreksi harga satuan beton senilai Rp318.539.532,01.

Banyaknya temuan BPK itu disebabkan oleh PT. KMK yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak. BPK juga menilai Pokja kurang cermat mengevaluasi penawaran serta tidak cermat nya PPK mengendalikan pelaksanaan kontrak dan menilai hasil pekerjaan.

Atas ketidakcermatan itu mengakibatkan Pemkab Inhil tidak memperoleh penawaran harga yang terbaik, kelebihan pembayaran termin sebesar Rp17.083.521.442,00, kelebihan pembayaran senilai Rp722.328.594,26, kelebihan pembayaran pekerjaan sebesar Rp422.992.798,43 serta Pemkab Inhil belum dapat memanfaatkan denda keterlambatan sebesar Rp3.882.618.509,47.

“BPK merekomendasikan Bupati Inhil agar memerintahkan pimpinan BLUD RSUD Puri Husada untuk menyetorkan denda keterlambatan sebesar Rp3.882.618.509,47, kelebihan pembayaran sebesar Rp722.328.594,26, kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi sebesar Rp422.992.798,43,” tulis laporan BPK.

BPK juga meminta agar Bupati memerintahkan pimpinan BLUD RSUD Puri Husada untuk memperhitungkan kelebihan pembayaran atas prestasi sebesar Rp17.083.521.442,00 dalam pembayaran termin berikutnya.

Kepala BLUD RSUD Puri Husada, Saut Pakpahan mengatakan, pihaknya masih melakukan pembahasan dengan BPK dan LKPP atas sejumlah persoalan yang terjadi pada pembangunan RSUD tersebut.

“Kami masih rapat dengan BPK dan LKPP dan pembangunan masih jalan terus,” kata Saut dikonfirmasi.

Temuan BPK itu, dikatakan Saut, sudah ada yang disetor ke kas daerah. Namun ia tidak merinci temuan yang mana dimaksud.

“Ya, sudah ada yang disetor,” singkatnya.

Link berita terkait