Wina – Indonesia mendorong program kerja sama teknis berkelanjutan yang dikembangkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) khususnya di bidang pemanfaatan teknologi nuklir untuk tujuan damai, dan mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDG).
Duta Besar RI Wina/Wakil Tetap RI yang terakreditasi pada IAEA, Dr. Darmansjah Djumala, selaku sebagai Ketua Delegasi Indonesia pada Sidang Umum IAEA ke-61 (SU IAEA ke-61) yang berlangsung dari 18-22 September 2017 di Wina, Austria, menilai penting kerja sama teknis ini. Selain itu sidang umum ini jugha mengesahkan BPK RI sebagai auditor eksternal IAEA.
Duta Besar Djumala juga menegaskan bahwa Indonesia yang selama ini termasuk salah satu penerima bantuan kerja sama teknis IAEA, saat ini telah memiliki keunggulan kapasitas di bidang tertentu sehingga memiliki kemampuan untuk memberikan bantuan teknis kepada negara-negara anggota IAEA lainnya.
“Keunggulan Indonesia ada di bidang pemuliaan tanaman dengan memanfaatkan teknologi nuklir. Melalui keunggulan tersebut, Indonesia telah berhasil menciptakan 22 varietas beras baru dengan kualitas baik yang memiliki produktivitas tinggi mencapai tujuh ton per hektar, atau lebih tinggi dari produktivitas rata-rata nasional sebesar lima ton per hektar,” ujar Dubes Djumala dalam keterangan tertulis KBRI Wina, yang diterima Metrotvnews.com, Kamis 21 September 2017.
“Hal ini merupakan salah satu bentuk nyata kontribusi teknologi nuklir untuk kesejahteraan rakyat,” imbuhnya.
Duta Besar Djumala menekankan pula bahwa kesuksesan kerja sama di bidang aplikasi teknologi nuklir untuk rakyat merupakan hasil nyata dari upaya serius membumikan diplomasi multilateral dengan IAEA pada tingkat nasional.
Dalam konteks pemberian bantuan teknis Duta Besar Djumala menyampaikan pula inisiatif Indonesia bagi penguatan dan pengembangan kapasitas riset dan teknologi nuklir untuk tujuan damai di kawasan Asia Pasifik melalui platform kerjasama Regional Capacity Building Initiative (RCBI) Program ini telah diluncurkan pada akhir 2015, dan proyek percontohan dilaksanakan pada tahun 2016 hingga 2017.
Program RCBI telah memanfaatkan pusat riset di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang telah ditetapkan sebagai IAEA collaborating center serta peran kepakaran Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dalam hal pembangunan kapasitas di bidang infrastruktur keselamatan radiasi di kawasan.
“Melalui RCBI, Indonesia menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa dalam hal kapasitas riset dan teknologi nuklir, Indonesia tidak hanya sebagai penerima bantuan, tetapi juga membagi keahlian dan pengalamannya dalam membantu banyak negara di kawasan Asia Pasifik maupun dalam kerangka kerjasama Selatan-Selatan,” tegasnya.
“Pentingnya relevansi pemanfaatan teknologi nuklir untuk tujuan damai dalam pencapaian SDGs yang terkait erat dengan fungsi dan peran yang selama ini telah dimainkan oleh IAEA terkait pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, diharapkan IAEA dapat terus meningkatkan kontribusinya dalam upaya pencapaian target SDGs, terlebih di bidang program kerjasama teknis, guna memberikan dampak yang lebih signifikan kepada dunia,” pungkas Dubes Djumala.
Selanjutnya Duta Besar Djumala menegaskan kembali kaitan erat antara isu keamanan nuklir dengan pelucutan senjata nuklir. Indonesia meyakini perlunya pendekatan menyeluruh masalah keamanan nuklir dengan masalah pelucutan senjata dan non-proliferasi nuklir. Isu keamanan nuklir juga tidak boleh dimanfaatkan untuk menghambat hak-hak negara untuk melakukan pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir untuk tujuan damai.
Indonesia juga mengapresiasi dukungan IAEA dalam program pengembangan energi nuklir Indonesia, khususnya terkait proses pembangunan Reaktor Daya Non Komersial (RDNK)/Reaktor Daya Eksperimental (RDE) yang telah dicanangkan oleh BATAN sejak tahun 2015. Duta Besar Djumala menyampaikan pula mengenai hasil jajak pendapat nasional terkait penerimaan masyarakat atas program energi nuklir yang mengalami peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, hingga mencapai persentase tertinggi pada akhir tahun 2016, yaitu sebesar 77,53 persen.
Masih dalam kerangka Sidang Umum IAEA ke-61, Indonesia menyelenggarakan side events, yaitu berupa dua diskusi bertema ‘Regional Capacity Building Initiative: Promoting Capacity Building through Resource Mobilization’ dan ‘Applying Small Modular Reactor Technology: More than just a User’. Indonesia juga menampilkan eksibisi bertema ‘Enhancing Health Quality of Indonesian People’ yang menampilkan fokus pemanfaatan sains dan teknologi nuklir nasional untuk tujuan peningkatan kualitas kesehatan dan obat-obatan.
SU IAEA ke-61 juga menyepakati pemilihan kembali Badan Pengawas Keuangan RI (BPK RI) sebagai auditor eksternal International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk periode 2018-2019. Terkait hal ini, Duta Besar Djumala menegaskan komitmen Indonesia untuk kembali memberikan layanan audit berkualitas guna memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam berbagai kegiatan IAEA, baik yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan, maupun kegiatan promosi penggunaan teknologi nuklir untuk tujuan damai.
IAEA adalah sebuah organisasi internasional bermarkas di Wina, Austria, yang bertujuan untuk mempromosikan penggunaan teknologi nuklir untuk tujuan damai dan pembangunan serta mencegah pengembangan nuklir untuk tujuan militer.
(Sumber: www.metrotvnews.com)