Perda ‘PM’ akan Jebak Gubri
Pekanbaru – Pengesahan Perda Penyertaan Modal (PM) Pemprov Riau oleh DPRD Riau beberapa hari silam terus mendapatkan tanggapan serius sejumlah elemen masyarakat Riau. Selain rawan pemborosan keuangan daerah, Perda PM itu juga bisa menjebak Gubernur Riau saat melakukan pertanggungjawaban keuangan nantinya.
“Saya kira Gubernur mesti hati-hati dan tidak begitu saja menerimanya. Sebab, jika ditilik dari isi Perda Penyertaan Modal itu yang tanpa adanya limit anggaran yang dikucurkan, justru bisa menjebak Gubri dalam hal pertanggungjawaban masalah keuangan,” kata Praktisi Hukum Kapitra Ampera,SH MH, menjawab Riau Mandiri, Kamis (3/9) di kantornya.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau Eko Sembodo, MM, juga mengingatkan Perda penyertaan modal yang disahkan DPRD Riau itu tidak dapat diberlakukan. Pasalnya, Perda PM itu dibuat untuk lima penyertaan modal Pemprov Riau ke BUMD. “Satu Perda hanya untuk satu Penyertaan Modal ke BUMD. Tidak bisa untuk semua Penyertaan Modal,” kata Eko Sembodo menjawab Riau Mandiri di sela-sela buka puasa bersama dengan wartawan, Rabu (2/9) lalu. Hal ini menurutnya karena Perda tersebut harus jelas isi dan maksud dan tujuannya.
Misalnya, Penyertaan Modal yang dimaksud digunakan untuk apa, apakah untuk investasi atau untuk operasional dan lainnya. “Jika untuk oprasional juga ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya,” kata Eko mengingatkan.
Namun mantan Ketua Tim Pansus Penyertaan Modal Pemprov kepada pihak ketiga Zulkarnaen Nurdin saat dikonfirmasi mengenai penyertaan pihak BPK tampaknya tidak terlalu ambil pusing. Apapun kata BPK, kata Zulkarnaen, tidak akan menggoyahkan pendiriannya mengenai legalitas Perda Penyertaan Modal yang telah disahkan beberapa hari lalu.
“Itu kan menurut BPK, yang jelas bagi kita, boleh satu Perda untuk banyak Penyertaan. Hal inikan sudah kita konsultasikan kepada pihak Mendagri. Dan Penyertaan itu tersebut kita jadikan acuan tim untuk meneruskan pembahasan Ranperda ke tahapan pendapat akhir fraksi,” katanya (3/9).
Ditegaskan Zulkarnaen pernyataan pihak Depdagri bisa dijadikan dasar hukum dari legalitas Perda yang disahkan itu. Karena secara kelembagaan setiap Perda yang dikeluarkan terlebih dahulu harus mendapat verifikasi dari Depdagri. Karena sebelumnya sudah dilakukan konsultasi, maka dipastikan Perda yang disahkan kemarin, verifikasinya akan berjalan mulus.
Zulkarnaen juga menilai sistem yang dikemukakan BPK, satu Penyertaan satu Perda, justru tidak mencerminkan efisiensi pengeluaran uang negara. Sebab, jika diperkirakan satu Pansus Ranperda membutuhkan sekitar Rp500 juta maka berapa banyak uang negara yang habis untuk biaya setiap Pansus Ranperda penyertaan modal.
Bisa dibatalkan
Sementara itu Praktisi Hukum Kapitra Ampera lebih jauh mengatakan, Perda Penyertaan Modal yang tanpa limit anggaran dana yang dikucurkan itu mengandung kerawanan pemborosan dan penghambur-hamburan uang rakyat. Akuntabilitas publiknya sulit ditemui.
Untuk itu, Perda PM tersebut bisa dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri, paling tidak direvisi oleh Mendagri, karena Perda tersebut bertentangan dengan undang-undang “Perda yang tidak memberikan batas akan menimbulkan penafsiran-penafsiran, bahwa proyek-proyek yang tidak potensi akan menyedot uang rakyat. Juga rentan penyalahgunaan akan beraplikasi terhadap dugaan-dugaan penyelewengan keuangan daerah. Saya pikir ini perda satu-satunya yang pernah ada di Indonesia,” kata Kapitra.
Tugas pemerintah adalah mengelola keuangan daerah untuk diberikan ke masyarakat dalam proyek dan bantuan. Akan tetapi, kalau dilihat dari Perda PM yang disahkan itu, institusi pemerintah berubah menjadi institusi bisnis. Dengan kondisi seperti itu, Perda yang disahkan senin silam itu dinilai Kapitra sudah melanggar Undang-undang No.28 tahun 1999 tentang akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas publik.
Untuk itu, Kapitra, mendesak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan elemen masyarakat Riau lainnya untuk mengajukan yudicial review terhadap perda yang sudah disahkan pada detik-detik terakhir masa bakti sebagian besar anggota DPRD Riau saat itu. “Perda penyertaan modal uangnya “tak berseri” bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji,” pungkasnya.
Kapitra juga menyebut contoh PT Riau Airlines (RAL), sebagai salah satu BUMD yang tidak memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Riau. “RAL contohnya, sampai saat ini perusahaan itu merugi terus. Kapan bisa uang pemerintah kembali,” ungkap praktisi hukum senior tersebut.
Sumber : Riau Mandiri