Paripurna Istimewa Tegang

  • Laporan Keuangan Pemprov Hujan Interupsi
  • BPK beri opini WDP

PEKANBARU, TRIBUN – Sidang Paripurna Istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau dengan agenda penyerahan audit laporan keuangan Provinsi, Selasa(29/6) malam berlangsung tegang. Sebelum sidang dibuka oleh Ketua DPRD Johar Firdaus, interupsi langsung digencarkan oleh anggota dewan AB Purba.

Gubernur Rusli Zainal dan Ketua BPK Perwakilan Riau Eko Sembodo yang duduk dipodium langsung melotot kearah politisi PDI Perjuangan tersebut. Keduanya tampak tegang.

Interupsi tersebut ditujukan kepada Sembodo sebagai pimpinan pimpinan BPK di Riau. Purba meminta sebelum serah terima hasil audit, Sembodo menjawabnya prtanyaannya. Isinya tentang kredibilitas hasil audit yang dilakukan BPK selama ini. Menurut Purba, dari beragam pengalaman, hasil audit BPK bertolak belakang dari kebenaran. Soalnya, ketika BPK menyatakan laporan keuangan satuan kerja tak bermasalah, ternyata lembaga penegak hukum justru menemukan indikasi korupsi.

“Apakah audit ini hanya formalitas saja. Hanya lips service saja. Tolong pak Ketua BPK (Sembodo,red) jawab pertanyaan saya,” kata Purba tegas.

Interupsi Purba tersebut langsung ditengahi Johar .Ia meminta Purba untuk bersabar, karena Sembodo nantinya akan memberikan penjelasan. Purba mengalah dan mempersilakan paripurna dibuka.

Namun, protes Purba belum selesai. Setalah sidang dibuka, ia kembali melayangkan interupsi. Kali ini ia mempersoalkan bertambahnya agenda paripurna. Soalnya, dalam sidang tersebut, BPK Riau tak hanya menyerahkan hasil pemeriksaan Pemprov Riau. Namun,laporan keuangan dua kabupaten lain yakni Rokan Hulu,dan Pelalawan juga disampaikan.

“Dari mana dasar hukumnya ini. Kita punya aturan,” kata Purba keras.

Protes Purba ini pun dibalas anggota dewan Zulkarnain Nurdin. Dengan nada keras Zulkarnain menyatakan keberatan Purba tidak beralasan.

“Tidak ada yang dilanggar dengan agenda. Sepanjang tidak dilarang, berarti tidak melanggar ketentuan,” kata Zulkarnain dari Fraksi Gabungan.

Kedua politisi ini pun terlihat perang pendapat. Purba menyatakan keberatan yang diajukan merupakan hak pribadi sebagai anggota dewan.

“Itu merupakan pendapat Zulkarnain. Tapi,hak saya menyatakan pendapat,”tegas Purba.Suasana panas ini lagi-lagi harus ditengahi Johar.Gubri Rusli Zainal berkali-kali menghela nafas melihat ketegangan tersebut.

Dalam penjelasannya, Kepala BPK Riau Eko Sembodo menyatakan, hasil audit yang dilakukan terhadap laporan keuangan 2009, Provinsi Riau mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP). Ini artinya, opini BPK sama dengan laporan keuangan tahun anggaran sebelumnya.

Ia menjelaskan, terdapat selisih pencatatan aset mencapai Rp 5 triliun lebih. Meski demikian, ia tak menjelaskan selisih pencatatan itu ada kaitannya dengan indikasi korupsi.

Selain itu,BPK menemukan kalau aset gas turbin yang dikelola BUMD Sarana Pembangunan Riau belum dilakukan pencatatan sebagai aset. Sembodo menyatakan Pemprov Riau tidak menyerahkan nilai asset tetap yang telah dikurangi penyusutan. Khusus untuk dinas Pekerjaan Umum, BPK menggaris bawahi kalau selama dua tahun anggaran 2008 hingga 2009, satuan kerja tersebut tidak melakukan pencatatan kegiatan pemeliharaan.

Dari temuan teersebut, BPK meminta agar Pemprov Riau menindaklanjuti hasil temuan. Pihaknya memberikan batas waktu 60 hari untuk membalas temuan tersebut.

“Bila tidak, temuan akan diserahkan kepada aparat penegak hukum,”kata Sembodo usai acara.

Predikat wajar dengan pengecualian (WDP) ini memupus harapan Gubernur Rusli. Soalnya, dalam berbagai forum, ia kerap kali berharap agar hasil audit BPK bisa naik kelas menjadi wajar tanpa pengecualian (WTP). Sejak 2005 hingga 2009, Pemprov hanya dianugerahi WDP.Untuk wilayah Riau,hanya Pemko Pekanbaru yang 2009 lalu mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP)

Namun, hasil audit itu menurut Rusli tak membuatnya kecewa. Ia bahkan membandingkan kalau saat ini banyak lembaga negara yang mendapat opini lebih jelek dari WDP. ”Sekarang saja banyak departemen mendapat opini lebih jelek. Banyak yang disclamer. Tapi,ini jadi evaluasi kita,”kata Rusli.

Ditanya apakah pihaknya akan “belajar”kepada pemko Pekanbaru untuk mendapatkan opini WTP, Rusli menyatakan hal itu bisa saja dilakukan.

“Untuk kebaikan, bisa saja itu dilakukan. Tak usah terlalu dipersoalkan tentang itu,”kata Rusli.

Selain menyerahkan hasil aidit keuangan Pemprov Riau, BPK Riau juga menyerahkan audit dua Pemkab yakni Rohul dan Pelalawan. Kedua Kabupaten juga mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP).(ran)

Temuan

  1. Penatausahaan aset tidak dilakukan dengan baik. BPK menemukan ada selisih nilai aset Rp 5 triliun yang tercatat di Biro Perlengkapan dengan SKPD
  2. Aset gas turbin 20 MV milik Pemprov Riau yang diserahkan kepada BUMD PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) belum dicatat dalam buku aset. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang dikelola SPR juga tidak didukung dokumen.
  3. Pemprov tidak melakukan penyajian nilai aset tetap sesuai Perda Riau Nomor 47 tahun 2007 tentang kebijakan Akuntansi Pemprov Riau
  4. Dinas Pekerjaan Umum selama dua tahun berturut-turut 2008-2009 tidak memilah dan mengkapitalisasi kegiatan pemeliharaan proyek

Sumber : Siaran Pers BPK Perwakilan Riau)

Sumber : Tribun Pekanbaru