Penyertaan Modal SPR Tak Melalui Perda
BPK Serahkan Hasil Audit Ke DPRD Riau
Pembayaran Rp.172 miliar proyek luncuran Pemprov. Riau dan penyertaan modal Rp.5 Miliar di Perusahaan Daerah (PD) Sarana Pembangunan Riau (SPR), dinilai bermasalah karena tidak sesuai ketentuan.
Hal tersebut berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Riau terhadap laporan keuangan kegiatan Pemprov tahun 2008 di gedung DPRD Riau, Senin (29/6).
Selain itu, BPK kembali memberikan opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Riau tahun 2008.
Penyerahan hasil audit tersebut dilaksanakan di gedung DPRD Riau dalam rapat paripurna istimewa yang hanya dihadiri 20 anggota Dewan dari 52 anggota DPRD Riau. Hasil audit langsung diserahkan Kepala BPK RI Perwakilan Riau Eko Sembodo kepada Ketua DPRD Riau HM Johar Firdaus.
Hadir pada penyerahan tersebut, Wagubri HR Mambang Mit, sejumlah unsur Muspida dan unsur wakil pimpinan Dewan, Djuharman Arifin, dan Syofyan Hamzah.
Menurut Eko Sembodo, terdapat dua kelompok permasalahan berkaitan dengan pemberian opini wajar dengan pengecualian pada LKPD Provinsi Riau tahun 2008, pertama, Pemprov Riau memiliki investasi dalam bentuk penyertaan modal pada PD. Sarana Pembangunan Riau (SPR) sebesar Rp.22,217 M.
Selain investasi tersebut, Pemprov juga telah menyerahkan aset pemerintah berupa gas turbine generator kapasitas 20MW untuk dikelola oleh PT. SPR. Namun, aset tersebut tidak tercatat di neraca Pemprov maupun di PT. SPR.
”Kemudian diketahui pula atas setoran penyertaan modal sebesar Rp.5 M tidak melalui penetapan Perda tentang Penyertaan Modal. Atas penyertaan Pemprov Riau dalam akte pendirian PT. SPR hanya diakui sebesar Rp.15,010 M atau tidak dapat dijelaskan dan tidak diakui dalam pendirian PT. SPR sebesar Rp.8,717 M,” papar Eko.
Kedua, kata Eko, tahun 2007 Pemprov telah menganggarkan kegiatan (non multiyears) di beberapa SKPD yang mana diantaranya hingga pada akhir tahun anggaran 2007 belum dapat diselesaikan, namun dilanjutkan pada tahun 2008.
”Pekerjaan tahun anggaran 2007 yang telah direalisasikan pembayarannya sebesar Rp.172,791 M dilanjutkan dan diselesaikan pada tahun 2008, tidak sesuai ketentuan, tidak diyakini kewajarannya, serta tidak terdapat informasi dalam Laporan Keuangan terkait kegiatan 2007 yang diselesaikan pada tahun 2007/2008 minimal sebesar Rp.22,088 M,” jelas Eko lagi.
Kelemahan Pengendalian
Selain memberikan opini, BPK Perwakilan Riau juga menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas pengendalian intern dan LHP atas kepatuhan dalam kerangka pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Riau TA 2008 yang merupakan bagian dari laporan hasil pemeriksaan keuangan atas laporan keuangan.
Kemudian BPK juga menyampaikan temuan kelemahan dalam sistem pengendalian intern seperti sisa pengisian kas tahun anggaran 2008 terlambat disetor ke kas daerah sebesar Rp.16,161 M, pengelolaan kas pada BUD sekretariat/dinas/ badan belum sepenuhnya dilakukan secara tertib dan terdapat penerimaan jasa giro dan undian pada rekening koran bendahara pembantu yang belum disetor ke kas daerah sebesar Rp.83 juta.
”Kemudian pelaksanaan dan penatausahaan penerimaan pada Dinas Pendapatan Provinsi Riau belum tertib dan pengelolaan aset tetap di lingkungan Pemprov Riau belum sepenuhnya dilakukan secara tertib dan terdapat kemahalan harga atas kegiatan pembersihan lahan,” terangnya.
BPK juga menyampaikan temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan antara lain, terdapat sisa kas di bendahara pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan pada beberapa satker dan berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp.4,811 M.
Kemudian penghapusan dan penjualan atas tanah kavling untuk PNS tidak sesuai ketentuan dan berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp.73 juta.
”Pengeluaran biaya perjalanan dinas pada beberapa satker tidak didukung bukti yang sah dan berindikasi merugikan daerah sebesar Rp.191 juta dan tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar Rp.119 juta,” paparnya.
Selain itu, biaya personil beberapa kegiatan jasa konsultasi pada Disperindag serta Disdik tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar Rp.342 juta dan berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp.128 juta. Kemudian, terdapat temuan pemeriksaan BPK RI atas pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD Provinsi Riau tahun anggaran 2005-2007 belum selesai ditindaklanjuti minimal sebesar Rp.28,859 M.
Acuan Dewan
Sementara itu, Ketua DPRD Riau, HM Johar Firdaus mengatakan hasil audit ini akan menjadi acuan bagi Dewan dalam membahas laporan pertanggungjawaban APBD 2008 yang akan disampaikan Pemprov. ”Apabila nanti, DPRD memerlukan keterangan dari BPK, DPRD mempunyai kewenangan memanggil BPK untuk memberikan keterangan kepada Dewan,” imbuhnya.
Sumber: Riau Mandiri