PEKANBARU, TRIBUN – Gubernur Riau Rusli Zainal dan wakil gubernur Mambang Mit akhirnya mengembalikan duit tambahan penghasilan yang diterimanya sebesar Rp561 juta selama 2009 lalu. Pengembalian duit tersebut merupakan rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Riau dalam penggunaan APBD 2009.
BPK menegaskan, pemberian tambahan penghasilan tersebut telah melanggar ketentuan perundang-undangan. Selain mengharuskan pemulangan duit yang sudah diterimanya, BPK juga meminta agar surat keputusan yang diterbitkan Rusli sebagai dasar pencairan uang dicabut.
Kepala Biro Keuangan SetdaProv Riau, Hardy Djamaluddin, Kamis (26/6) menyatakan, duit yang diterima gubernur dan wakil gubernur telah dikembalikan ke kas daerah. Pihaknya setelah berkomunikasi dengan Inspektorat Daerah Riau untuk menindaklanjuti salah satu temuan krusial BPK tersebut. Tindak lanjut hasil pemeriksaan termasuk bukti setor uang menuut Hardy juga sudah diserahkan kepada tim BPK yang menangani hal tersebut.
“Uang tersebut sudah dikembalikan. Bukti setor juga sudah disampaikan kepada tim BPK,” terang Hardy lewat telepon selulernya.
Sebelumnya, Selasa lau saat BPK perwakilan Riau menggelar buka puasa dengan kalangan wartawan, pengembalian duit tambahan pundi-pundi duet pemimpin daerah tersebut sempat dipertanyakan oleh wartawan. Namun pejabat BPK menjawab uang belum dikembalikan.
Menurut Hardy, perbedaan informasi tersebut bias saja terjadi lantaran tim BPK yang menanganinya belum melaporkan hasil tindaklanjut kepada pimpinan. Apalagi mekanisme pelaporan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dilakukan per semester. Hardy menyatakan untuk rekap semester I per July 2010, memang belum masuk sebagai laporan tindak lanjut. Untuk rekap semester II baru akan dilakukan awal tahum depan. Sementara, laporan hasil pemeriksaan BPK baru diterima Pemprov Riau pada 29 Juni lalu.
“Yang pasti sudah dilakukan penyetoran. Hanya soal mekanisme pelaporan saja,” terang Hardy. Hardy juga menyatakan, surat keputusan tersebut sudah dicabut.
Dalam hasil pemeriksaan laporan keuangan pemprov 2009, BPK menemukan sepucuk surat keputusan yang diteken Gubernur Riau Rusli Zainal tertanggal 16 Maret 2009. Surat bernomor Kpts.197/III/2009 berbuah duit bagi gubernur, wakil gubernur dan sejumlah pejabat lainnya. Meski demikian, BPK hanya merekomendasikan pengembalian duit yang diterima oleh Rusli dan Mambang. Alasannya, sebagai kepala daerah, Rusli-Mambang bukan lagi pegawai negeri sipil, sehingga tidak berhak menerima tambahan (tunjangan) penghasilan. Namun, uang yang diterima pejabat lainnya seperti Sekdaprov Mambang Mit (sebelum jadi wagubri, red), para asisten dan lainnya tidak dipersoalkan. Dari surat keputusan tersebut, Rusli dan Mambang menerima penghasilan kotor per bulan masing-masing sebesar Rp 30 juta dan Rp 25 juta. Setelah dipotong pajak penghasilan, total penerimaan keduanya sebesar Rp 561 juta se tahun.
Di mata praktisi hukum Syamsul Rakan Chaniago dan Fitra, Fahreza, pengembalian duit tersebut belum merupakan akhir episode. Syamsul menyatakan, kebijakan gubernur yang menerbitkan surat keputusan untuk menambah “kantong” sendiri cacat hukum dan termasuk tindakan pidana korupsi. Soalnya, keuangan daerah dirugikan karena kebijakan tersebut. Menurutnya, setiap penggunaan APBD harus melalui persetujuan DPRD yang memiliki kuasa budgeting (penganggaran).
“Tak ideal mengeluarkan kebijakan untuk keuntungan sendiri. Apalagi, kalau ternyata belum ada persetujuan dewan,” kata Syamsul.
Namun, sebaliknya kalangan akademisi menilai perbuatan gubernur yang menerbitkan surat keputusan tersebut sebagai pelanggaran atau kesalahan administrasi. Disen hukum Universitas Riau Erdianto Efendi SH MH mengakui, persepsi terhadap peristiwa tersebut memang terpecah dua. Namun, dalam kasus tersebut, pelanggaran yang paling kuat hanya pada administrasi saja. Tindakan tersebut dinilai sebagai kekurang cermatan administrasi dalam pengambilan kebijakan.
“Dari sisi akademisi itu hanya administrative saja. Tidak bias dipidanakan. Artinya, setelah uang dikembalikan dan surat dicabut, maka masalah itu sudah dianggap clear,” kata Erdianto.
Sumber : Tribun Pekanbaru