SK Gubri Jadi Temuan BPK

Soal Penambahan Penghasilan Pejabat Daerah

PEKANBARU,TRIBUN – Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor Kpts.197/III/2009, tertanggal 16 Maret 2009, tentang penetapan pemberian tunjangan kepada pejabat atau pengelola keuangan daerah tahun anggaran 2009, kini menjadi boomerang.

Sebab dampak dari SK itu diindikasikan terjadi kerugian Negara. Bahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau sudah memerintahkan untuk segera mencabut SK tersebut. Sebab duit yang dikeluarkan atas dasar SK itu kini menjadi temuan penyimpangan.

Sejumlah kalangan DPRD Riau, periode 2009-2014 sudah mengkritisi soal terbitnya SK tersebut. Kalangan praktisi hukum juga member kritikan serupa. Sebab SK itu sebagai biang dugaan terjadinya kerugian Negara.

Praktisi hukum Syamsul Rakan Chaniago menyatakan surat keputusan tersebut dari sisi hukum dinilai memang janggal. Sebab implikasi aturan tersebut dibuat gubernur untuk kepentingannya sendiri.

Harusnya, gubernur dalam menerbitkan keputusan harus tunduk pada ketentuan perundang-undangan tentang perbendaharaan negara dan pengelolaan keuangan daerah. “Mana ada aturan dibuat sendiri untuk kepentingan sendiri,” ujar Syamsul, Jumat (16/7).

Menurutnya, tambahan penghasilan untuk gubernur dan wakil gubernur harus melalui prosedur hukum yang jelas. Sebagai kepala daerah otonom, harusnya pemberian tambahan duit tersebut, harus melalui persetujuan dewan setempat sebagai representasi masyarakat.

Namun, persetujuan dewan harus tetap mengacu pada hukum dan perundang-undangan. “Bila tidak, itu namanya sudah korupsi,” kata Syamsul yang kini terpilih sebagai hakim ad hoc Mahkamah Agung.

Sebelumnya, BPK kantor Perwakilan Riau telah melaporkan hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2009 pada 24 Mei lalu, melalui siding paripurna istimewa DPRD Riau 22 Juni lalu.

Dalam dokumen disebutkan, SK gubernur itu menjadi temuan BPK. BPK juga menyebutkan kebijakan tersebut telah merugikan daerah sebesar Rp 561 juta. Alasannya, gubernur dan wakil gubernur merupakan pejabat Negara dan bukan pegawai negeri sipil sehingga tidak berhak mendapatkan tambahan penghasilan.

Sementara, kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2000.

Dalam rekomendasinya, BPK juga meminta kepada Gubernur untuk mencabut surat keputusan yang sudah diterbitkannya itu. Sebagai pembuat keputusan, gubernur juga dinilai harus mempertanggungjawabkan kerugian daerah sebesar Rp 561 juta.

“Pembuat keputusan harus bertanggungjawab atas kerugian keuangan daerah itu,” demikian petikan rekomendasi yang ditandatangani oleh Ketua BPK Riau, Eko Sembodo. (ran)

Sumber : Tribun Pekanbaru