Pekanbaru – Kabut asap kebakaran hutan dan lahan di Riau menyelimuti Kota Dumai dan Pekanbaru. Akibatnya jarak pandang terbatas.
Pengamatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru menyebut, kabut asap berasal dari Kabupaten Siak dan Pelalawan.
“Kabut asap hasil kebakaran di sana terbawa angin ke Pekanbaru, dua daerah itu juga dekat. Jarak pandang di Pekanbaru hanya 1,5 kilometer,” kata Prakirawan BMKG Pekanbaru Yasir Prayuna.
Selain jarak pandang, warga yang terpapar kabut asap mulai diserang infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA. Data terakhir dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau, ada 7.357 warga menderita ISPA.
Menurut Kabid Pelayanan Dinas Kesehatan Riau Yohanes, penderita ISPA paling banyak terdapat di Kota Dumai, yaitu 5.028 orang. Jarak pandang di sana karena kabut asap hanya tiga kilometer.
Sementara Pelalawan yang sudah masuk pekan ketiga terjadi kebakaran lahan, sambung Yohanes, terdapat 779 warga terserang ISPA. Data ini diperoleh dari klinik, Puskesmas, dan rumah sakit setempat.
“Untuk Pekanbaru ada 258 warga menderita ISPA, selanjutnya Kampar 779, Bengkalis 167, Siak 167 dan Rokan Hilir 250 orang,” jelas Yohanes.
Penderita ISPA di Riau diprediksi meningkat karena karena Karhutla masih terpantau satelit yang digunakan BMKG. Bermunculannya titik api juga diprediksi membuat kabut asap yang menyelimuti sejumlah wilayah bertambah.
Indragiri Hilir Terbanyak Titik Api
Hal ini berbanding lurus dengan prakiraan BMKG yang menyatakan sejumlah wilayah di Riau berkategori rawan terbakar. Cuaca dari dini hari hingga tengah malam diprakirakan cerah hingga berawan dan minim hujan.
Meski demikian, titik panas sebagai indikasi Karhutla terpantau menurun dibanding dua hari sebelumnya. Jika pada akhir pekan lalu sempat menembus ratusan titik panas, awal pekan ini di Riau ada 33 titik.
Menurut Staf BMKG Pekanbaru, Gita Dewi Siregar, pada Senin siang terpantau 33 titik panas indikasi Karhutla. Paling banyak terdeteksi di Indragiri Hilir yaitu 14 titik dan Siak 10 titik.
“Kemudian di Kepulauan Meranti ada 5 titik, Indragiri Hulu dan Rokan Hulu, masing-masing 2 titik panas,” sebut Dewi.
Dari 33 titik panas itu, sambung Gita, yang dipercaya sebagai titik api atau telah terjadi kebakaran ada 19 titik. Level kepercayaan titik api itu berada di atas 70 persen, di mana di Indragiri Hilir ada 8 titik.
“Berikutnya di Siak ada 6 titik, Kepulauan Meranti dan Rokan Hilir masing-masing 2 titik serta Indragiri Hulu 1 titik,” sebut Dewi.
Di sisi lain, hingga 5 Agustus 2019 sudah ada 4.270,39 hektare lahan terbakar di Riau. Jumlah itu diperkirakan terus bertambah karena titik api masih terpantau dan petugas masih berusaha keras memadamkan.
Tak Sebanding
Menurut Kepala BPBD Riau Edward Sanger, kebakaran paling luas terjadi di Bengkalis yaitu 1.470,58 hektare. Kebakaran paling parah terjadi pada Maret hingga April di Pulau Rupat.
Selanjutnya Rokan Hilir ada 948,95 hektare lahan terbakar, lalu di Siak 520,1 hektare, Rokan Hulu 2,25 hektare, Kota Dumai 282,75 hektare, Meranti 232,7 hektare, dan Pekanbaru 78,31 hektare.
“Berikutnya di Kampar ada 104,15 hektare, Pelalawan 150 hektare, Indragiri Hulu 101 hektare, Indragiri Hilir 373,6 hektare dan Kuansing 5 hektare,” jelas Edward.
Luasnya lahan terbakar di Riau tak seimbang dengan pelaku yang ditangkap polisi. Dari ribuan hektare itu, ada 20 orang ditetapkan tersangka, namun pihak perusahaan belum tersentuh hingga kini.
Dari 20 tersangka itu, 7 di antaranya dalam proses penyidikan, 12 tersangka tahap II atau berkasnya dinyatakan lengkap untuk dimajukan ke pengadilan dan satu berkas masih tahap I atau diserahkan ke jaksa untuk diteliti.
Polres Dumai paling banyak menangkap pembakar hutan yaitu lima orang, sementara Polres Rokan Hilir serta Bengkalis masing-masing tiga tersangka, Pelalawan dan Indragiri Hulu masing-masing dua tersangka.
“Berikutnya Polresta Pekanbaru, Indragiri Hilir dan Kuansing, masing-masing satu tersangka. Untuk perusahaan masih nihil,” kata Kabid Humas Polda Riau Komisaris Besar Sunarto.