Kejati SP3 Dugaan Korupsi Bapenda

Sumber Data : Riau Pos
Hari/Tanggal : Jumát /07 Desember 2018
Instansi : Bapenda Riau
Kejati SP3 Dugaan Korupsi Bapenda

Pekanbaru (RP) – Penyidikan dugaan korupsi pemotongan anggaran di dua bidang pada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau telah dihentikan. Alasannya, kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau tidak menemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam dugaan penyimpangan tersebut. Penghentian penyelidikan dilakukan pada Bidang Pengolahan Data,serta Bidang Pembukuan dan Pengawasan. Padahal, penyusutan dugaan rasuhan tersebut berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang baru. Sprindik tersebut dikeluarkan menindak lanjuti perkembangan perkara yang sebelumnya menjerat Deliana dan Deyu, di mana saat itu mereka menjabat sebagai Sekretaris dan Kasubag Keuangan. Terhadap keduanya, telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor pada pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Selan itu, dalam kasus ini juga menjerat tiga tersangka lainnya, yakni Yanti, Deci Ari Yetti dan Syarifah Aspanidar, yang merupakan bendahara Pengeluaran Pembantu di dua bidang, yaitu Bidang Retribusi dan Pajak. Ketiganya juga telah divonis bersalah.
Dengan terbitnya sprindik baru dan munculnya tiga nama yang disebutkan terakhir, menunjukkan bahwa dugaan penyimpangan itu tidak hanya terjadi di bagian keuangan saja, melainkan juga terjadi di bidang-bidang lainnya. Assisten Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau, Subekhan mengakui, pihaknya menghentikan dugaan korupsi pemotongan anggaran di dua bidang pada Bapenda Riau. Hal ini agar adanya suatu kepastian hukum dalam perkara tersebut.
“Penyidikan Bapenda, ini belum ada tersangka. Sudah lama sekali (penyelidikannya, red) dan kita hentikan penyidikannya,”ungkap Subekhan, kamis(6/12) di Balai Serindit. Dijelaskannya, penghentian itu dikarenakan belum ditemukannya perbuatan melakuan hukum secara mandiri untuk kepentingan pribadi. Melainkan pemotongan anggaran terjadi lantaran sebelumnya sudah ada pemotongan di skcretariat, sehingga hal serupa turut terjadi di bidang-bidang.
“Memang ada perbuatan melawan hukum, tapi perbuatan yang mengikuti karena dilakukan pemotongan yang di atas. Artinya, dia tidak ada keinginan untuk berbuat jahat namun karena awal sudah di potong maka untuk menyeimbangkan potongan itu. Jadi mau tak mau mereka juga melakukan yang sama”jelasnya. Masih kata Subekhan, adanya pemotongan di dua bidang itu , bukan bagian dari membantu terjadinya tindak pidana korupsi. Akan tetapi, lantaran keadaan yang terpaksa. “apakah dia bagian dari membantu, membatu itu kan sejak awal, tapi ini tidak pungkas Aspidsus Kejati Riau.
Sebelumnya, berdasarkan surat dakwaan terhadap terdakwarat dakwaan terhadap terdakwa Deliana dan Deyu diketahui dari total kerugian negara sebesar Rp701.277.897 diantaranya dinikmati 10 orang pegawai instansi tersebut, termasuk keduanya. Deyu diduga menikmati sebesar Rp.204.986.800 Deliana Rp.45.000.000 dan Desvi Emti Rp.72.020.000. Lalu, Syarifah Fitri Mandasari menikmati Rp.1.150.000, Tumino Rp.12.221.000, Decy Ari Yetti Rp.104.900.445, Ramitha Dewi Rp.87.779.281, Amira Umami Rp.99.113.653, Yanti Rp.35.869.700, dan Syarifah Aspannidar Rp.38.187.018.
Dugaan korupsi ini bermula dari adanya pemotongan saat bidang-bidang mengajukan uang persediaan (UP) dan GU ( ganti uang) keuangan sebesar 10 persen diduga berdasarkan perintah Deliana dan Deyu. Sejatinya uang itu untuk pegawai dalam rangka perjalanan dinas dalam daerah. Ternyata di bidang itu juga dilakukan pemotongan kembali. Masih dalam dakwaan terhadap kedua terdakwa Deyu dipanggil ke ruangan terdakwa Deyu dipanggil ke ruangan terdakwa Deliana, di ruang Sekretaris Dispenda Riau. Selain itu, turut hadir para bendahara pembantu di masing-masing bidang. Diantaranya Deci selaku Bendahara Pengeluaran Bidan Pajak, Deli selaku Bendahara Pembantu Bidang Pengelolaan Data, Anggaraini selaku Bendahara Pembantu bidang Retribusi, dan Tumino selaku Bendahara Kesekretariatan.
Kepada terdakwa Deyu dan para bendahara pengeluaran dan bendahara pembantu ini terdakwa Deliana Mengatakan, dana pada unit Pelaksanaan Teknis (UPT) dapat segera dicairkan. Namun untuk biaya operasional dinas dan lain-lain disebutkan akan ada pemotongan dana sebesar 10 persen dari pencairan dana UP dan GU di masing-masing bidang, kemudian selama Maret hingga Desember 2015, dilakukan pencairan secara bertahap dan dicairkan melalui saksi Akmal selaku juru Bayar, yang masih satu ruangan dengan terdakwa Deyu. Lalu, terdakwa Deliana memerintahkan terdakwa Deyu untuk melakukan pemotongan 10 persen tesebut. Terdakwa Deyu kemudian memerintahkan saksi Akmal untuk melakukan pemotongan sebesar 10 persen kepada bendahara.
Akibat perbuatan terdakwa Deyu dan Deliana telah menimbulkan kerugian negara pada APBD Riau Tahun 2015 sampai dengan 2016 sebesar Rp.1.32.547.629, dengan rincian, pemotongan UP dan GU pada bidang keuangan sebesar Rp.886.680.032,pemotongan UP dan GU pada bidang pajak sebesar Rp.104.900.445. selanjutnya, pemotongan UP dan GU pada bidang Pengolahan Data sebesar Rp.87.779.281, pemotongan UP dan GU pada bidang Retribusi PADL dan DBH sebesar Rp.99.113.653, pemotongan UP dan GU pada bidang Pembukuan dan Pengawasan sebesar Rp.74.056.718, dan pemotongan UP dan GU pencairan Anggaran Kegiatan Peningkatan Penerimaan DBH TA 2016 pada Bidang Retribusi, PADL,dan DBH, yang tidak dilaksanakan akan sebesar Rp.72.175.500.
Adapun total dana yang dipotong tersebut kemudian disimpan di dalam brangkas dan dipergunakan untuk biaya operasional, seperti membeli bahan bakar minyak (BBM),pembelian televise, pembelian tiket pesawat, hadiah, gaji honor, rumah dinas kadis, makan bersama dan lainnya. Dampaknya, masing-masing bidang tidak bisa mempertanggung jawabkan keuangan dan membuat SPPD yang tidak sesuai.

Catatan:
Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan dikatakan suatu perbuatan melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Adanya Suatu Perbuatan;
2. Perbuatan tersebut melawan hukum;
3. Adanya kesalahan;
4. Adanya kerugian dan ;
5. Terdapat hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.00.000.000,00 (satu milyar rupiah)
Dalam hal tindak pidana korupi tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan