BPK-RI Beri Penilaian WDP, LKPD Riau Tidak Ada Kemajuan

  • Perbedaan Nilai Aset Capai Rp 5 Triliun

Pekanbaru– Laporan Keuangan Pemprov Riau tahun anggaran 2009 kembali mendapat penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Hasil Penilaian ini sama dengan hasil penilaian yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau pada tahun lalu.

Penilaian WDP tersebut disampaikan BPK Perwakilan Riau pada saat penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Riau kepada DPRD Riau dalam Sidang Paripurna Istimewa, Selasa(29/6) malam.

Gubernur Riau HM Rusli Zainal,MP Ketika diminta tanggapannya terhadap penilaian WDP yang disandangkan BPK kepada LKPD Pemprov Riau, mengaku tidak kecewa. “Kita akan perbaiki, sedangkan Departemen saja banyak yang disclaimer,”ujarnya.

Selain Gubri, Rusli Zainal, hadir dalam acara tersebut unsur Muspida, satker di lingkungan Pemprov Riau, Bupati Pelalawan Rustam Effendi, Ketua DPRD Rohul, Hasanudin Nasution, Ketua DPRD Pelalawan, H. Agustiar. Pada saat itu juga diserahkan LHP terhadap Laporan Keuangan Pemkab Pelalawan dan Rohul.

Namun untuk LHP Pemkot Pekanbaru yang sebelumnya direncanakan diserahkan Kepala BPK Riau Eko Sembodo beralasan karena pihaknya beberapa jam menjelang sidang Paripurna mendapat info dari ketua DPRD Pekanbaru berhalangan hadir, jadi LHP tidak kita serahkan saat ini” jawab Eko.

Tidak diserahkannya LHP Pemko Pekanbaru sempat memunculkan sejumlah pertanyaan. Pasalnya Pekanbaru pada tahun lalu mendapat Penilaian WTP atau penilaian tertinggi dari urutan penilaian tertingi dari urutan penilaian BPK. Sedang untuk tahun ini Eko tidak mau menyebut penilaian mereka terhadap Pekanbaru. Alasannya karena masih belum diserahkan, maka masih dirahasiakan. Penyerahan LHP Pemko Pekanbaru akan dilakukan menunggu keluangan waktu dari DPRD Pekanbaru.

5 Triliun

Sementara dalam kata sambutannya Eko mengatakan BPK memberi penilaian WDP terhadap LKPD Pemprov Riau dikarenakan empat hal. Pertama penatausahaan aset tetap yang dilaporkan dalam neraca belum tertib, yaitu tidak didukung oleh daftar rincian aset tetap, hasil pengujian nilai aset tetap neraca dengan data dari fungsi kebendaharaan barang yaitu data KIB/BI/ Daftar Rekapitulasi Mutasi barang dari para pengurus barang diperoleh perbedaan nilai sebesar Rp5 triliun lebih.

Terjadinya perbedaan nilai ini memang menjadi sorotan banyak pihak, dan memunculkan banyak pertanyaan, termasuk oleh sejumlah anggota DPRD Riau. Mengenai terjadinya perbedaan nilai tersebut kepala Sub Auditorat BPK Rudi Nurprianto kepada wartawan menjelaskan, perbedaan tersebut diketahui setelah mereka mengkroscek antara data aset yang disebut Pemprov melalui Biro Perlengkapan dengan data-data dari masing-masing satker pengelola aset.

Awalnya Pemprov menyebut total aset milik Pemprov berkisar Rp 15 triliun, namun BPK menilai perlu mengkroscek hal tersebut dengan melakukan uji sempel kesejumlah satker, dan dari hasil uji kesejumlah Satker ternyata ada perbedaan nilai antara data yang disampaikan awal dengan data yang didapati dari Satker. “Dan setelah kita total-total dari sampel yang kita ambil ternyata ada perbedaan Rp 5 triliun, “katanya. Namun dari dua data yang berbeda ini BPK sendiri tidak bisa meyakini data mana yang benar.

SPR

Alasan kedua BPK memberi penilaian WDP adalah, menyangkut aset tetap gas turbine generator kapasitas 20 MW milik Pemprov yang diserahkelolakan ke PT SPR belum dilakukan penilaian dan dicatat dalam KIB/BI/ Pemprov Riau, Pengelolaan SPBU milik Pemprov di JL.Jendral Sudirman, juga dikelola SPR, tidak didukung oleh suatu dokumen apapun dan belum dicatat. Persoalan gas turbine sendiri sebenarnya sudah disinggung SPR dalam LHP yang mereka berikan pada tahun lalu, namun hingga kini belum diselesaikan.

Sementara terhadap catatan BPK terhadap penyertaan modal yang dilakukan sebelumnya oleh Pemprov dan belum didukung oleh Perda, telah disikapi Pemprov dengan mengeluarkan Perda No.7 tahun 2009. Alasan ketiga, karena Pemprov tidak menyajikan nilai aset tetap yang telah dikurangi akumulasi penyusutan sebagai mana yang diatur dalam Pergub No.47 tahun 2007 tentang kebijakan Akuntansi Pemerintahan Pemprov Riau, Dan alasan keempat karena BPK menilai Dinas PU tidak memilah dan mengkapitalisasi belanja kegiatan pemeliharaan yang memenuhi syarat untuk dikapitalisasi selama dua tahun anggaran yaitu tahun 2008-2009.

Terkait penilaian ini, sejumlah anggota dewan memberi komentar beragam. Anggota DPRD Riau dari Fraksi PAN Bagus Santoso mengatakan atas raihan ini Pemprov harus melakukan evaluasi, dan DPRD dalam hal ini juga akan melihat secara keseluruhan dari LHP dari BPK. Dan kepada Gubernur beliau menekankan agar segera mengevaluasi satker-satker yang dinilai memberi kontribusi negatif sehingga hasil penilaian harusnya WTP menjadi WDP.

Sementara T Azuwir dari Fraksi Demokrat mengatakan memang pembahasan aset saat ini belum selesai dibahas oleh Komisi B. Sementara Ketua Fraksi PAN Hazmi Setiadi mengatakan untuk daerah seluas Riau dengat aset yang begitu banyak, perlu waktu bagi Riau untuk meraih penilaian WTP.

2 Kabupaten

Selain memberikan Hasil LHP LKPD Pemprov Riau, BPK saat itu juga menyerahkan LHP terhadap LKPD Pemkab Pelalawan dan Rohul untuk tahun anggaran 2009. Untuk Pemkab Pelalawan, kembali mendapat penilaian WDP sedang Rohul mendapat opini WDP.

Sementara sidang Paripurna Istimewa sempat diwarnai interupsi. adalah Anggota DPRD Riau dari Fraksi PDIP AB Purba yang melakukan interupsi beberapa kali. Ia meminta sebelum sidang dibuka ia ingin keterangan dari pihak BPK, apakah LHP yang mereka berikan hanya sekedar memenuhi aturan atau hanya sekedar lips servise semata. (don.ibu)

Sumber : Riau Mandiri