Hasil Audit Diserahkan ke DPRD Riau
Puluhan miliar dana pemerintah Provinsi Riau yang diinvestasikan ke PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) Menjadi catatan penting Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Riau. Sebab investasi yang dilakukan dinilai tidak didukung landasan hukum yang kuat.
Hal ini terungkap dalam laporan BPK Perwakilan Riau, yang diserahkan ke DPRD Riau, dalam sidang paripurna istimewa, di Gedung DPRD Riau, Jl.Sudirman, Pekanbaru, Senin (29/6). Penyampaian laporan dilakukan Ketua BPK Perwakilan Riau, DR H Eko Sembodo,MM.
Sementara sidang Paripurna dipimpin oleh Ketua DPRD Riau, Johar Firdaus, didampingi dua wakilnya, Djuharman Arifin dan Syofyan Hamzah. Dari eksekutif hadir Wakil Gubernur Riau HR Mambang Mit dan sejumlah kapala dinas dan kepala badan serta unsure muspida lainnya.
Hasil audit menyimpulkan laporan keuangan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2008 mendapat opini ‘Wajar Dengan Pengecualian’. Di antara penyebabnya adalah soal penyertaan modal pada perusahaan Dearah (PD) Sarana Pembangunan Riau (SPR) sebesar Rp22,2 miliar.
Sementara menurut akte pendirian PT SPR oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, penyertaan modal hanya diakui sebesar Rp15 miliar. Kemudian ditemukan juga penyertaan modal sebesar Rp5 miliar tidak melalui penetapan Peraturan Daerah (Perda) tentang penyertaan modal.
SPR adalah sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Riau, yang sudah disahkan oleh DPRD Riau, dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perusahaan Terbatas (PT) Februari 2008 lalu. Di antara core busines -nya di bidang perhotelan, pertambangan, percetakan, jasa angkutan dan lain-lain.
Kemudian Pemprov Riau ada juga menyerahkan asset berupa gas turbine generator kapasitas 20 MW untuk dikelola oleh PT SPR. Namun aset itu tidak tercatat di neraca Pemerintah Provinsi Riau maupun di PT SPR. “Ini kelompok pertama permasalahan yang kita temukan di laporan keuangan Pemerintah Provinsi Riau,” ujar Eko.
Kelompok kedua berupa pelaksanaan kegiatan non multiyears tahun anggaran 2007 di beberapa SKPD. Pekerjaan Tahun Anggaran 2007 yang telah direalisasikan pembayarannya sebesar sekitar Rp172 miliar dilanjutkan dan diselesaikan pada tahun anggaran 2008. “Menurut hemat kami hal ini tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak diyakini kewajarannya,” tambahnya.
Terlambat Disetor
Sementara dalam siaran pers yang dibagikan ke sejumlah wartawan disebutkan bahwa BPK Perwakilan Riau juga menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas pengendalian Intern dan LHP atas Kepatuhan Dalam Rangka Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemprov Riau 2008.
Temuan kelemahan dalam sistem pengendalian intern antara lain, sisa pengisian kas 2008 terlambat di setor ke kas daerah sebesar Rp16 Miliar. Kemudian pengelolaan kas pada biro Keuangan Sekretariat Daerah/Dinas/Badan belum sepenuhnya dilakukan secara tertib.
Akibatnya terdapat penerimaan jasa giro dan undian pada rekening koran bendahara pembantu yang belum distor ke kas daerah sebesar Rp83,2 juta. Terdapat juga kemahalan harga atas kegiatan pembersihan lahan dan beberapa temuan lainnya.
Selanjutnya ada juga temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, antara lain terdapat sisa kas di bendahara pengeluaran yang tidak dapat dipertanggung jawabkan pada beberapa satuan kerja pangkat daerah (SKPD) dan terindikasi merugikan daerah sebesar Rp4,8 miliar.
Soal penghapusan dan penjualan atas tanah kavling untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga dinilai tidak sesuai ketentuan dan terindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp73 juta dan beberapa temuan penyimpangan lainnya.
“Sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku, 60 hari sejak dilaporkan ini untuk segera ditindaklanjuti. Jika tidak ditindaklanjuti, sesuai aturan yang berlaku, pejabat yang bersangkutan akan bisa dikenakan sanksi,” ujar Eko.
Sumber: Tribun Pekanbaru