Jadi Catatan BPK
Pekanbaru – Ternyata pungutan retribusi yang ditarik pihak Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan selama ini tidak didasari pada peraturan daerah (Perda). Pungutan yang dilakukan selama bertahun-tahun tersebut hanya didasari pada Peraturan Gubernur (Pergub) saja. Hal ini dikatakan Ketua Komisi D DPRD Riau Syarif Hidayat kepada wartawan, Selasa (5/1).
“Ternyata pungutan di RSJ belum ada Perdanya. Mereka hanya menggunakan Pergub saja. Nah, belakangan hal ini menjadi catatan pihak BPK yang mempertanyakan payung hukum sumber uang pungutan RSJ”, kata Syarif kepada wartawan setelah ia menginformasikan pihak RSJ lewat selulernya.
Karena belum ada payung hukum yang kuat, tak ayal uang-uang pungutan yang dilaporkan pihak RSJ ke kas daerah menjadi catatan pihak BPK yang mempertanyakan payung hukum dari pungutan tersebut. “Sesuai aturannya, setiap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal yang memberatkan masyarakat seperti retribusi harus atas persetujuan dewan,” tambahnya.
Ditambahkan Syarif, pungutan pelayanan kesehatan di RSJ sudah berlangsung bertahun-tahun sejak zaman Gubernur Riau Saleh Djasit. Tapi selama itu, setiap kebijkan tarif retribusi yang diterapkan hanya didasarkan pada Pergub saja. ” Pernah diusulkan Ranperdanya pada tahun 2006 ke Biro Hukum tapi tak terealisir, dan baru saat ini terealisir dan diajukan Pemprov Riau ke Dewan,” kata Syarif.
Seperti diketahui kemarin, Senin (4/1), dalam rapat paripurna DPRD Riau, Pemprov mengajukan Ranperda Retribusi di RSJ. Pengajukan Ranperda tersebut bedasarkan catatan dari pihak BPK yang menekankan bahwa retribusi harus didasari payung hukum yang kuat.
Menyikapi pengajuan Ranperda tersebut , Syarif mengatakan, pihaknya mendukung. Bila perlu tak hanya Ranperda itu saja yang diajukan, tapi Ranperda tentang diubahnya RSJ menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). “Dengan BLUD ini RSJ akan semakin terbuka melakukan swakeloka, termasuk penerapan retribusi, yang tentunya dalam penetapannya mereka tetap berkoordinasi dengan kita,” pungkasnya.
Sumber : Riau Mandiri